Printed Book
Buya Hamka serangkai Makna di Mihrab Ulama
HAMKA (Haji Abdul Malik Karim Amrullah) yang berkibar namanya sebagai pujangga seiring terbitnya roman Tenggelamnya Kapal van der Wijck, bertemu dengan Bung Karno untuk pertama kali di Bengkulu, 1938, atas ide Abdul Karim Oei Tjeng Hien. Namun kedatangan Jepang tak lama kemudian membuat posisi Hamka di Medan menjadi kontroversial di mata umat akibat kedekatannya dengan penguasa militer.
Di awal era 50-an, Hamka membawa keluarganya pindah ke Jakarta. Di kota ini, selain menjadi motor berdirinya Masjid Agung Al Azhar, kiprahnya di bidang politik semakin kuat dengan aktif di Badan Konstituante dan berbagai lawatan ke luar negeri. Memasuki dekade 60-an fitnah bertubi-tubi menyerangnya. Dari tuduhan melakukan plagiarisme karya, hingga ditangkap karena dituduh berkomplot untuk membunuh Presiden Soekarno.
11227c1 | 920 AKM s C.01 | Perpustakaan Labschool Jakarta (Rak Orange) | Tersedia |
Tidak tersedia versi lain